Kesal Jadi Lilin
Kenalkan, aku lilin. Ya, aku alat kecil yang selalu ada ketika kalian sedang menghadapi masalah. Ya, hanya ketika menghadapi masalah.
Aku kesal menjadi lilin. Aku selalu ada di saat orang-orang sedang kesusahan, aku selalu membantu ketika mereka tidak bisa melakukan sesuatu, aku selalu di sana ketika mereka sedang mati lampu. Tapi, aku tidak pernah dianggap oleh mereka. Ketika mati lampu, mereka menghidupkanku namun mereka kembali asyik dengan kehidupannya masing-masing. Aku? Dibiarkan hilang ditelan waktu atau mereka mematikanku ketika sudah tidak dibutuhkan.
Aku lilin, alat yang selalu berusaha menebar manfaat. Tidak ada maksudku untuk sekalipun menghancurkan apapun yang ada di sekitarku. Namun, terkadang selalu ada saja orang-orang yang lalai dalam menggunakanku dan akhirnya justru membuat manfaatku membakar semua. Namun semua salah siapa? Kembali, itu semua salahku.
Banyak orang bijak bilang, lebih baik menjadi lilin daripada mengutuk kegelapan. Namun orang-orang bijak itu lupa, bahwa lilin hanya digunakan ketika orang-orang dalam kegelapan membutuhkannya. Ketika sudah tidak butuh? Ya dibuang. Habis manis, sepah dibuang.
Jarang ada orang-orang yang mau menghargai jasaku. Kenapa ya? Apa karena cahayaku kecil? Apa karena manfaatku kecil? Kenapa selalu hal-hal besar saja yang di apresiasi, kenapa aku yang hanya bisa melakukan hal kecil jarang diapresiasi? Padahal aku yang selalu ada ketika orang-orang dalam keadaan benar-benar membutuhkan!
Dari sini aku tersadar. Memang orang-orang akan memilih lilin daripada mengutuk kebenaran, hal itu karena memang hanya aku yang memiliki manfaat saat itu. Namun aku juga perlu bersiap, benda sepertiku, yang tidak bisa memberikan manfaat banyak akan hilang tertelan waktu, atau justru dimatikan oleh mereka yang sudah tidak membutuhkanku.
Aku kesal menjadi lilin. Aku selalu ada di saat orang-orang sedang kesusahan, aku selalu membantu ketika mereka tidak bisa melakukan sesuatu, aku selalu di sana ketika mereka sedang mati lampu. Tapi, aku tidak pernah dianggap oleh mereka. Ketika mati lampu, mereka menghidupkanku namun mereka kembali asyik dengan kehidupannya masing-masing. Aku? Dibiarkan hilang ditelan waktu atau mereka mematikanku ketika sudah tidak dibutuhkan.
Aku lilin, alat yang selalu berusaha menebar manfaat. Tidak ada maksudku untuk sekalipun menghancurkan apapun yang ada di sekitarku. Namun, terkadang selalu ada saja orang-orang yang lalai dalam menggunakanku dan akhirnya justru membuat manfaatku membakar semua. Namun semua salah siapa? Kembali, itu semua salahku.
Banyak orang bijak bilang, lebih baik menjadi lilin daripada mengutuk kegelapan. Namun orang-orang bijak itu lupa, bahwa lilin hanya digunakan ketika orang-orang dalam kegelapan membutuhkannya. Ketika sudah tidak butuh? Ya dibuang. Habis manis, sepah dibuang.
Jarang ada orang-orang yang mau menghargai jasaku. Kenapa ya? Apa karena cahayaku kecil? Apa karena manfaatku kecil? Kenapa selalu hal-hal besar saja yang di apresiasi, kenapa aku yang hanya bisa melakukan hal kecil jarang diapresiasi? Padahal aku yang selalu ada ketika orang-orang dalam keadaan benar-benar membutuhkan!
Dari sini aku tersadar. Memang orang-orang akan memilih lilin daripada mengutuk kebenaran, hal itu karena memang hanya aku yang memiliki manfaat saat itu. Namun aku juga perlu bersiap, benda sepertiku, yang tidak bisa memberikan manfaat banyak akan hilang tertelan waktu, atau justru dimatikan oleh mereka yang sudah tidak membutuhkanku.
Komentar
Posting Komentar