Hati-hati Dengan Hati
Terdengar klise, namun ya! Saya sepenuhnya setuju dengan kalimat judul ini.
Bagaimana tidak, hati yang saya maksud adalah tempat yang memaknai semua perasaan yang didapat dari pengalaman-pengalaman selama hidup. Hati tidak bersifat pasif, melainkan aktif. Ia aktif memaknai setiap perasaan yang ia dapat. Bisa dimaknai sebagai pelajaran, bisa dimaknai sebagai kewajaran, bisa juga dimaknai sebagai pembalasan.
Kita perlu berhati-hati dengan hati dikarenakan setiap manusia berbeda. Berbeda dari jiwa si manusianya sendiri, berbeda orang tua, beda pola didik, beda lingkungan, beda asupan, dan berbagai macam perbedaan lainnya yang membuat manusia ini berbeda. Bahkan untuk kumpulan orang yang dipaksakan untuk sama, tetap bisa berbeda seperti halnya orang-orang yang ada di korea utara di mana tetap saja ada yang berusaha membelot. Kenapa? Karena pada dasarnya jiwa manusia itu sendirilah yang berbeda, kedirian dirinya sendirilah yang memang sejak awal tidak bisa disamakan.
Lalu apa berarti kita harus menerima semua perbedaan yang ada dalam lingkungan manusia begitu saja? Tidak juga. Ingat, judul tulisan ini adalah hati-hati dengan hati. Setiap manusia mempunyai hati, setiap manusia punya perasaan, dan setiap manusia berbeda dalam menanggapinya.
Tetap ada batas-batas universal yang harus dijaga untuk menjaga perasaan setiap manusia, inilah yang dinamakan etika. Terkadang etika terapan bisa sangat sulit untuk diterka, namun ada satu hal pasti yang diinginkan manusia, mereka ingin diperlakukan dengan baik. Maka, di sinilah peran akal bekerja. Perlu ada keseimbangan dalam menggunakan akal dan perasaan. Terlalu dominan menggunakan perasaan, maka anda akan hanyut dalam dunia yang fana tanpa mengikuti kebenaran. Terlalu dominan menggunakan akal, maka anda sudah bukan manusia lagi.
Jadi, berhati-hatilah dengan hati. Setiap manusia mempunyai latar belakangnya sendiri. Salah memperlakukan hati orang yang salah, anda yang akan menanggung akibatnya. Start loving, more caring, but still thingking!
Bagaimana tidak, hati yang saya maksud adalah tempat yang memaknai semua perasaan yang didapat dari pengalaman-pengalaman selama hidup. Hati tidak bersifat pasif, melainkan aktif. Ia aktif memaknai setiap perasaan yang ia dapat. Bisa dimaknai sebagai pelajaran, bisa dimaknai sebagai kewajaran, bisa juga dimaknai sebagai pembalasan.
Kita perlu berhati-hati dengan hati dikarenakan setiap manusia berbeda. Berbeda dari jiwa si manusianya sendiri, berbeda orang tua, beda pola didik, beda lingkungan, beda asupan, dan berbagai macam perbedaan lainnya yang membuat manusia ini berbeda. Bahkan untuk kumpulan orang yang dipaksakan untuk sama, tetap bisa berbeda seperti halnya orang-orang yang ada di korea utara di mana tetap saja ada yang berusaha membelot. Kenapa? Karena pada dasarnya jiwa manusia itu sendirilah yang berbeda, kedirian dirinya sendirilah yang memang sejak awal tidak bisa disamakan.
Lalu apa berarti kita harus menerima semua perbedaan yang ada dalam lingkungan manusia begitu saja? Tidak juga. Ingat, judul tulisan ini adalah hati-hati dengan hati. Setiap manusia mempunyai hati, setiap manusia punya perasaan, dan setiap manusia berbeda dalam menanggapinya.
Tetap ada batas-batas universal yang harus dijaga untuk menjaga perasaan setiap manusia, inilah yang dinamakan etika. Terkadang etika terapan bisa sangat sulit untuk diterka, namun ada satu hal pasti yang diinginkan manusia, mereka ingin diperlakukan dengan baik. Maka, di sinilah peran akal bekerja. Perlu ada keseimbangan dalam menggunakan akal dan perasaan. Terlalu dominan menggunakan perasaan, maka anda akan hanyut dalam dunia yang fana tanpa mengikuti kebenaran. Terlalu dominan menggunakan akal, maka anda sudah bukan manusia lagi.
Jadi, berhati-hatilah dengan hati. Setiap manusia mempunyai latar belakangnya sendiri. Salah memperlakukan hati orang yang salah, anda yang akan menanggung akibatnya. Start loving, more caring, but still thingking!
Komentar
Posting Komentar