Pembelajaran Daring. Emak Stress, Anak Kenyang

Di tengah masa pandemic seperti saat ini, kita semua bisa merasakan kesulitan pada kapasitas kita masing-masing. Pedagang kesulitan beradaptasi cara berdagang yang baru, tenaga pendidik kesulitan dengan cara mengajar yang baru, seminar-seminar juga sempat merasakan kesulitan dengan cara yang baru, dan berbagai sektor lainnya yang akhirnya dipaksa beradaptasi dengan berbagai macam kondisi yang baru.

Kondisi yang baru ini, bukan hanya terjadi pada para tenaga kerja professional, melainkan juga para pengangguran terselubung, yakni pelajar dan juga emaknya. Hal ini terkhususnya dirasakan oleh Emak-emak yang mempunyai Anak kecil yang masih bersekolah dan sedang melaksanakan sekolah Daring. Bagaimana tidak, untuk kalangan ini, yang justru sibuk mengerjakan dan ketakutan tugasnya tidak selesai adalah si Emak, tidak jarang justru si Anak malah masa bodoh yang akhirnya justru main dan jajan Cendol bersama teman-temannya.

Menurut penulis secara pribadi, dengan sudah berjalannya sekolah Daring yang sudah lebih dari 6 bulan, dan berbagai keluhan dari para orang tua murid dan siswa serta mahasiswa yang kesulitan mengikuti pelajaran, sekolah sudah seharusnya dibuka kembali dengan menjalankan protokol kesehatan yang begitu ketat. Untuk menghindari kerumunan, sebenarnya bisa dilakukan berbagai hal, seperti membatasi jumlah siswa yang masuk. Bagaimana jika akhirnya anak-anak dan siswa malah bercengkrama bersama? Tidak harus sekolah, dengan lingkungan tanpa sekolah sekalipun anak-anak dan pelajar lainnya justru malah asyik main dan juga nongkrong. Sehingga alasan takut kerumunan sudah tidak relevan lagi.

Namun, jika tetap keras ingin melakukan pembelajaran secara daring, penulis menilai ada beberapa hal yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Yakni :

1. Emak-emak harus dengan rajin diberikan penyuluhan terlebih dahulu
Kita bisa melihat betapa kesulitannya emak-emak yang bukan merupakan generasi milenial membantu belajar anaknya. Kesulitan paling utama adalah di penerapan teknologi dan juga dalam memahami instruksi soal yang dilakukan oleh guru.

Sehingga sebelumnya perlu untuk dilakukan penyuluhan kepada para orang tua secara mapan, agar mereka tidak kebingungan saat penerapan teknologi. Selain itu juga perlu ada sesi penyamaan frekuensi antara guru dengan orang tua murid agar tidak selalu salah paham saat mengerjakan tugas.

2. Guru-guru juga perlu dilatih
Tidak hanya anak-anak dan orang tua murid. Guru-guru juga perlu untuk dilatih secara mapan. Karena tidak jarang instruksi yang diberikan oleh guru justru tidak bisa dipahami oleh anak dan orang tua murid (mungkin kebanyakan karena hanya copy paste soal dari google). Maka guru juga perlu untuk dilatih bagaimana agar bisa membuat soal dengan bahasa yang mudah dipahami oleh orang tua siswa dengan pendidikan rendah dan juga anak-anak itu sendiri.

3. Kurikulum yang cocok untuk masa pandemic
Sebenarnya rancangan kurikulum di masa pandemic ini sudah pernah disampaikan oleh Nadiem Makarim di salah satu podcast yang di Youtube. Namun, sepertinya masih belum banyak guru yang sudah memahami bagaimana cara pengaplikasiannya. Sehingga kembali lagi ke nomor 2, yakni guru-guru juga perlu dilatih agar bisa beradaptasi.

#ODOP
#OneDayOnePost
#ODOPBatch8
#TantanganPekan7

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tilik & Cream, Ulasan Dua Film Pendek Menarik Dalam Negeri dan Mancanegara

Komunis Bukanlah Sama Rata & Sama Rasa (Meluruskan Asumsi Tentang Komunis)

Sudut Pandang Objektif