Banyak diremehkan, sebenarnya apa depresi itu? (part 3)
Hikmah
Sekali lagi penulis menekankan, kenapa penulis membahas hal ini? Hal ini karena masih sangat super banyak orang-orang yang tidak mengerti mengenai pentingnya mental health, bahkan untuk orang-orang pintar sekalipun.
Hal ini terjadi memang karena sangat jarang orang-orang yang mengalami depresi yang sebenarnya. Kebanyakan dari orang-orang yang menggembar-gemborkan bahwa diri mereka ini depresi dikarenakan ingin mendapatkan perhatian. Fenomena yang dilakukan oleh oknum-oknum tersebut justru berimbas negatif pada orang-orang yang memang sebenar-benarnya mengalami depresi.
Dampak buruk yang paling terasa adalah orang-orang banyak yang menganggap bahwa orang-orang yang sebenarnya depresi ini juga hanya sekedar cari perhatian. Penulis sendiri banyak menemui hal-hal seperti ini, dan bahkan juga menjadi oknum yang ikut memberikan stereotype buruk mengenai orang-orang yang depresi ini.
Penulis pernah menemukan kasus dimana ada orang di twitter yang mendapatkan banyak dukungan support dari warga tiktok dan juga twitter karena dia mengunggah video narasi mengenai dirinya yang dibully kejam di sekolahnya. Melihat hal tersebut sontak membuat banyak orang yang simpati kepadanya. Di suatu hari ada orang-orang yang merasa tidak terima dengan konten yang orang tersebut buat, karena mereka justru merasa bahwa orang yang membuat konten inilah yang sebenarnya banyak melakukan bullying disekolah, dan memang mempunyai moral playing victim. Dan hal tersebut banyak didukung oleh warga sekolah lainnya.
Hal ini benar-benar mempengaruhi pandangan penulis pada awalnya tentang depresi, membuat penulis menganggap orang-orang yang depresi itu hanya sekedar cari perhatian. Hingga akhirnya membuat penulis selalu membuat stereotype buruk apabila ada orang yang mengalami masalah tidak seberat penulis, semisal hanya sekedar bodyshaming, masalah dimarahi orang tua, masalah disuruh belajar orang tua, masalah putus dengan pacar, dan masalah-masalah remeh lainnya yang penulis anggap remeh.
Sampai akhirnya hal ini berubah ketika penulis melihat sendiri kondisi teman penulis yang bisa benar-benar berubah 180 derajat, dari yang semula benar-benar tidak bisa diam, usil, ceria, dan aktif. Namun anehnya setelah lama tidak berkomunikasi dan penulis mendapatkan kabarnya lagi, orang ini malah menjadi sangat pendiam, mengurung diri, takut bertemu orang lain, gemetar bertemu orang, bahkan bertemu guru homeschoolingnya pun takut hingga harus bertahun-tahun berkonsultasi dengan psikolog dan psikiater.
Hal ini membuat penulis menyadari bahwa pemicu depresi itu memang beragam sebabnya dan masih sangat sulit untuk dicari sebab pastinya. Namun yang pasti hal ini pasti dianggap sangat besar dan sangat memukul bagi si penderita. Bisa saja bagi beberapa orang yang melihat framing umum mengenai masalah yang sedang dihadapi orang-orang ini terkesan ringan, namun kita tidak tahu apa yang terjadi dibalik yang tidak kita lihat dan dengar.
Tentunya kita juga tetap harus jeli dalam melihat perilaku seseorang. Karena pada faktanya memang ada yang memang ingin pansos seperti kasus yang penulis temui di twitter, bahkan banyak. Namun juga ada orang-orang yang memang benar-benar mengalami depresi. Untuk orang-orang ini tentu kita harus lebih peduli dengan mereka, kita tidak boleh asal-asalan dalam memperlakukan mereka. Karena salah-salah justru menjatuhkan mereka ke dalam lubang yang lebih dalam, padahal sebelumnya sudah banyak proses dan usaha yang dia sudah lakukan untuk keluar dari depresi itu.
Jadi kembali lagi penulis selalu menggembar-gemborkan hal ini di hampir setiap Tulisan penulis. Mari kita objektif dalam menilai sesuatu dengan pertanggung jawaban yang jelas, jangan asal judge, jangan asal menilai untuk menyimpulkan jika memang tidak mempunyai kapasitas dan tidak mengetahui secara utuh apa yang sedang terjadi. Reflek-relfek ini tentu perlu untuk dibiasakan di masyarakat kita agar bisa membantu Indonesia menjadi lebih baik.
Sekali lagi penulis menekankan, kenapa penulis membahas hal ini? Hal ini karena masih sangat super banyak orang-orang yang tidak mengerti mengenai pentingnya mental health, bahkan untuk orang-orang pintar sekalipun.
Hal ini terjadi memang karena sangat jarang orang-orang yang mengalami depresi yang sebenarnya. Kebanyakan dari orang-orang yang menggembar-gemborkan bahwa diri mereka ini depresi dikarenakan ingin mendapatkan perhatian. Fenomena yang dilakukan oleh oknum-oknum tersebut justru berimbas negatif pada orang-orang yang memang sebenar-benarnya mengalami depresi.
Dampak buruk yang paling terasa adalah orang-orang banyak yang menganggap bahwa orang-orang yang sebenarnya depresi ini juga hanya sekedar cari perhatian. Penulis sendiri banyak menemui hal-hal seperti ini, dan bahkan juga menjadi oknum yang ikut memberikan stereotype buruk mengenai orang-orang yang depresi ini.
Penulis pernah menemukan kasus dimana ada orang di twitter yang mendapatkan banyak dukungan support dari warga tiktok dan juga twitter karena dia mengunggah video narasi mengenai dirinya yang dibully kejam di sekolahnya. Melihat hal tersebut sontak membuat banyak orang yang simpati kepadanya. Di suatu hari ada orang-orang yang merasa tidak terima dengan konten yang orang tersebut buat, karena mereka justru merasa bahwa orang yang membuat konten inilah yang sebenarnya banyak melakukan bullying disekolah, dan memang mempunyai moral playing victim. Dan hal tersebut banyak didukung oleh warga sekolah lainnya.
Hal ini benar-benar mempengaruhi pandangan penulis pada awalnya tentang depresi, membuat penulis menganggap orang-orang yang depresi itu hanya sekedar cari perhatian. Hingga akhirnya membuat penulis selalu membuat stereotype buruk apabila ada orang yang mengalami masalah tidak seberat penulis, semisal hanya sekedar bodyshaming, masalah dimarahi orang tua, masalah disuruh belajar orang tua, masalah putus dengan pacar, dan masalah-masalah remeh lainnya yang penulis anggap remeh.
Sampai akhirnya hal ini berubah ketika penulis melihat sendiri kondisi teman penulis yang bisa benar-benar berubah 180 derajat, dari yang semula benar-benar tidak bisa diam, usil, ceria, dan aktif. Namun anehnya setelah lama tidak berkomunikasi dan penulis mendapatkan kabarnya lagi, orang ini malah menjadi sangat pendiam, mengurung diri, takut bertemu orang lain, gemetar bertemu orang, bahkan bertemu guru homeschoolingnya pun takut hingga harus bertahun-tahun berkonsultasi dengan psikolog dan psikiater.
Hal ini membuat penulis menyadari bahwa pemicu depresi itu memang beragam sebabnya dan masih sangat sulit untuk dicari sebab pastinya. Namun yang pasti hal ini pasti dianggap sangat besar dan sangat memukul bagi si penderita. Bisa saja bagi beberapa orang yang melihat framing umum mengenai masalah yang sedang dihadapi orang-orang ini terkesan ringan, namun kita tidak tahu apa yang terjadi dibalik yang tidak kita lihat dan dengar.
Tentunya kita juga tetap harus jeli dalam melihat perilaku seseorang. Karena pada faktanya memang ada yang memang ingin pansos seperti kasus yang penulis temui di twitter, bahkan banyak. Namun juga ada orang-orang yang memang benar-benar mengalami depresi. Untuk orang-orang ini tentu kita harus lebih peduli dengan mereka, kita tidak boleh asal-asalan dalam memperlakukan mereka. Karena salah-salah justru menjatuhkan mereka ke dalam lubang yang lebih dalam, padahal sebelumnya sudah banyak proses dan usaha yang dia sudah lakukan untuk keluar dari depresi itu.
Jadi kembali lagi penulis selalu menggembar-gemborkan hal ini di hampir setiap Tulisan penulis. Mari kita objektif dalam menilai sesuatu dengan pertanggung jawaban yang jelas, jangan asal judge, jangan asal menilai untuk menyimpulkan jika memang tidak mempunyai kapasitas dan tidak mengetahui secara utuh apa yang sedang terjadi. Reflek-relfek ini tentu perlu untuk dibiasakan di masyarakat kita agar bisa membantu Indonesia menjadi lebih baik.
Komentar
Posting Komentar