Miris. Pemerintah impor sampah dari luar negeri ketika Indonesia sedang banjir sampah
Kita sebagai warga negara Indonesia mungkin sudah tidak asing dengan mayoritas lingkungan di Indonesia. Di negara kita tercinta ini begitu mudah menemukan sampah-sampah bergelimpangan di got, saluran air, jalan, atau bahkan pot tanaman. Namun dengan kondisi bergelimang sampah tersebut, percaya atau tidak, pemerintah Indonesia justru masih mengimpor sampah dari negara-negara lain. Bingung? Maka pada tulisan ini penulis akan menjawab kenapa pemerintah Indonesia masih impor sampah ketika Indonesia justru banjir sampah.
Indonesia impor 1.820 kontainer limbah, kenapa?
Dikutip dari detikfinance, diketahui bahwa Indonesia telah mengimpor 2.194 kontainer limbah yang telah masuk dalam daftar penegahan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Sampah-sampah tersebut masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak, Batam, Pelabuhan Tanjung Emas, Pelabuhan Tanjung Priok, dan Tangerang.
Dari 2.194 kontainer tersebut, sebanyak 374 kontainer dikembalikan ke negaranya karena tidak memenuhi syarat ekspor limbah ke Indonesia. Namun sebanyak 536 telah memenuhi syarat untuk masuk ke Indonesia.
Rosa Vivien sebagai Direktur Jenderal PEngelolaan Limbah dan SAmpah B3 (PLSB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan, limbah-limbah yang di impor tersebut dibutuhkan untuk industry pengolahan plastic dan kertas. Menurut beliau, beberapa pelaku industry mengaku bahwa ketersediaan bahan baku plastic dan sampah di Indonesia masih perlu di Impor.
“Pelaku industry di Indonesia masih membutuhkan bahan baku plastic dan kertas recycle. kenapa masih? Memang secara permintaan, bahan baku di dalam negeri belum cukup memenuhi pabrik-pabrik tersebut,” ungkap Rosa di kantor Kementrian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis (31/10/2019).
Rosa mengatakan bahwa sampah di Indonesia masih belum sesuai standar kebutuhan industry. Penyebabnya, proses pemilahan sampah di Indonesia masih sangat minim dilakukan.
“kenapa belum cukup padahal sampahnya luar biasa? Karena pemilihan sampah di Indonesia itu masih belum baik. Padahal bahan baku itu sangat baik kalau dipilah sampahnya,” terang Rosa.
Salahkah pemerintah Indonesia?
Ketika membaca beberapa komentar netizen di salah satu postingan media sosial yang hanya menyuplik judulnya saja, penulis langsung menemukan begitu banyak netizen yang marah dan jengkel atas apa yang dilakukan pemerintah. Namun apakan relevan untuk marah pada pemerintah?
Jawabannya tentu saja penulis berani jawab “tidak!”. Hal ini dikarenakan penyebab pemerintah masih mengimpor sampah adalah karena memang kebutuhan industry yang masih membutuhkan bahan baku terutama plastik. Bahan baku plastik yang didapatkan dari sampah tentu bisa menghasilkan beberapa keuntungan. Selain karena harganya yang jauh lebih murah daripada membeli biji plastik baru, tentu juga akan lebih ramah lingkungan karena sampah plastik yang ada tidak dibuang ke alam, melainkan di daur ulang untuk menjadi plastik siap pakai baru.
Yang seharusnya disalahkan justru adalah masyarakatnya itu sendiri. Sejauh pengalaman yang penulis alami sejak TK, SD, SMP, SMK, dan Perguruan Tinggi, sosialisasi pentingnya membuang sampah pada tempat yang tepat selalu digembar-gemborkan. Namun, meskipun sering di sosialisasikan, himbauan-himbauan tersebut seringkali hanya menjadi angin lalu bagi masyarakat. Tidak sarang justru orang tua penulis sendiri yang membuang sampah sembarangan, meskipun sebenarnya beliau-beliau jugalah yang mengajarkan penulis untuk tidak buang sampah sembarangan. Tidak jarang juga penulis sengaja memungut sampah yang baru mereka buang di depan mata mereka sendiri dengan maksud agar mereka malu. Namun bukannya malu, tampang tanpa dosa seringkali penulis lihat dari raut wajah mereka, dan hal ini juga sering lakukan kepada orang lain yang mendapatkan respon sama.
Jika melihat hal tersebut, sudah jelas yang patut disalahkan bukanlah pemerintah, melainkan masyarakatnya sendiri (bisa jadi juga oknum pemerintah yang masih buang sampah sembarangan). Karena fakta di lapangan justru masih banyak orang tua yang malah secara perilaku mengajarkan anak-anaknya untuk buang sampah sembarangan, sehingga perilaku buruk tersebut justru mandarah daging kepada keturunan-keturunan selanjutnya karena sudah dirasionalisasi sebagai hal yang benar.
Hikmah
Maka dari sini kita bisa mengambil hikmah, hal sekecil sampah ternyata dampaknya begitu besar. Selain karena menambah beban devisa negara seperti yang sudah penulis jelaskan sebelumnya, sampah-sampah yang dibuang dengan sembarangan tersebut juga merusak metabolisme alam. Sehingga terjadilah tanah-tanah yang kehilangan kesuburannya, banjir, dan juga atsmorfir yang makin tercemar. Mudah-mudahan kita sebagai manusia sadar bahwa kita bukanlah pusat alam semesta. Kita adalah bagian dari alam semesta, dimana semestinya kita hidup berdampingan dengan alam semesta, bukan menjadikannya alat pemuas nafsu belaka. Semoga bermanfaat.
Indonesia impor 1.820 kontainer limbah, kenapa?
Dikutip dari detikfinance, diketahui bahwa Indonesia telah mengimpor 2.194 kontainer limbah yang telah masuk dalam daftar penegahan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Sampah-sampah tersebut masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak, Batam, Pelabuhan Tanjung Emas, Pelabuhan Tanjung Priok, dan Tangerang.
Dari 2.194 kontainer tersebut, sebanyak 374 kontainer dikembalikan ke negaranya karena tidak memenuhi syarat ekspor limbah ke Indonesia. Namun sebanyak 536 telah memenuhi syarat untuk masuk ke Indonesia.
Rosa Vivien sebagai Direktur Jenderal PEngelolaan Limbah dan SAmpah B3 (PLSB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan, limbah-limbah yang di impor tersebut dibutuhkan untuk industry pengolahan plastic dan kertas. Menurut beliau, beberapa pelaku industry mengaku bahwa ketersediaan bahan baku plastic dan sampah di Indonesia masih perlu di Impor.
“Pelaku industry di Indonesia masih membutuhkan bahan baku plastic dan kertas recycle. kenapa masih? Memang secara permintaan, bahan baku di dalam negeri belum cukup memenuhi pabrik-pabrik tersebut,” ungkap Rosa di kantor Kementrian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis (31/10/2019).
Rosa mengatakan bahwa sampah di Indonesia masih belum sesuai standar kebutuhan industry. Penyebabnya, proses pemilahan sampah di Indonesia masih sangat minim dilakukan.
“kenapa belum cukup padahal sampahnya luar biasa? Karena pemilihan sampah di Indonesia itu masih belum baik. Padahal bahan baku itu sangat baik kalau dipilah sampahnya,” terang Rosa.
Salahkah pemerintah Indonesia?
Ketika membaca beberapa komentar netizen di salah satu postingan media sosial yang hanya menyuplik judulnya saja, penulis langsung menemukan begitu banyak netizen yang marah dan jengkel atas apa yang dilakukan pemerintah. Namun apakan relevan untuk marah pada pemerintah?
Jawabannya tentu saja penulis berani jawab “tidak!”. Hal ini dikarenakan penyebab pemerintah masih mengimpor sampah adalah karena memang kebutuhan industry yang masih membutuhkan bahan baku terutama plastik. Bahan baku plastik yang didapatkan dari sampah tentu bisa menghasilkan beberapa keuntungan. Selain karena harganya yang jauh lebih murah daripada membeli biji plastik baru, tentu juga akan lebih ramah lingkungan karena sampah plastik yang ada tidak dibuang ke alam, melainkan di daur ulang untuk menjadi plastik siap pakai baru.
Yang seharusnya disalahkan justru adalah masyarakatnya itu sendiri. Sejauh pengalaman yang penulis alami sejak TK, SD, SMP, SMK, dan Perguruan Tinggi, sosialisasi pentingnya membuang sampah pada tempat yang tepat selalu digembar-gemborkan. Namun, meskipun sering di sosialisasikan, himbauan-himbauan tersebut seringkali hanya menjadi angin lalu bagi masyarakat. Tidak sarang justru orang tua penulis sendiri yang membuang sampah sembarangan, meskipun sebenarnya beliau-beliau jugalah yang mengajarkan penulis untuk tidak buang sampah sembarangan. Tidak jarang juga penulis sengaja memungut sampah yang baru mereka buang di depan mata mereka sendiri dengan maksud agar mereka malu. Namun bukannya malu, tampang tanpa dosa seringkali penulis lihat dari raut wajah mereka, dan hal ini juga sering lakukan kepada orang lain yang mendapatkan respon sama.
Jika melihat hal tersebut, sudah jelas yang patut disalahkan bukanlah pemerintah, melainkan masyarakatnya sendiri (bisa jadi juga oknum pemerintah yang masih buang sampah sembarangan). Karena fakta di lapangan justru masih banyak orang tua yang malah secara perilaku mengajarkan anak-anaknya untuk buang sampah sembarangan, sehingga perilaku buruk tersebut justru mandarah daging kepada keturunan-keturunan selanjutnya karena sudah dirasionalisasi sebagai hal yang benar.
Hikmah
Maka dari sini kita bisa mengambil hikmah, hal sekecil sampah ternyata dampaknya begitu besar. Selain karena menambah beban devisa negara seperti yang sudah penulis jelaskan sebelumnya, sampah-sampah yang dibuang dengan sembarangan tersebut juga merusak metabolisme alam. Sehingga terjadilah tanah-tanah yang kehilangan kesuburannya, banjir, dan juga atsmorfir yang makin tercemar. Mudah-mudahan kita sebagai manusia sadar bahwa kita bukanlah pusat alam semesta. Kita adalah bagian dari alam semesta, dimana semestinya kita hidup berdampingan dengan alam semesta, bukan menjadikannya alat pemuas nafsu belaka. Semoga bermanfaat.
Komentar
Posting Komentar