Pandemi Covid-19 adalah peluang untuk Indonesia menjadi negara maju melalui literasi

Masa Pandemi Covid-19 untuk mayoritas masyarakat terutama masyarakat Indonesia mungkin menjadi momok menakutkan. Bagaimana tidak, banyak sektor yang mengalami kemunduran atau bahkan kehancuran di tengah situasi serba tidak pasti seperti sekarang, sektor yang paling terdampak tentunya adalah ekonomi. Kita bisa melihat kondisi keterpurukan ekonomi di Indonesia melalui berbagai perspektif, mulai dari pekerja yang banyak terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang kesulitan untuk berdagang karena tempat untuk berjualan ditutup atau bahkan daya beli dari konsumen yang menurun, juga usaha kelas kakap di mana banyak perusahaan-perusahaan besar yang melakukan efisiensi dengan mengurangi kapasitas produksi dan juga pengurangan karyawan yang tentunya berdampak pada berkurangnya pemasukan bagi perusahaan tersebut.
Namun, selalu ada jalan untuk orang-orang yang berusaha. Disadari atau tidak, ada kesempatan di mana Indonesia bisa menjadikan momen ini untuk menjadikan Indonesia menjadi negara maju melalui literasi. Sebagaimana dilansir dari artikel KOMPAS.com yang ditulis oleh Ari Welianto ada 4 ciri negara maju, yakni :

1. Infrastruktur
Infrastruktur yang sudah berkembang sudah umum untuk dimiliki oleh negara-negara maju, dimana infrastruktur ini bertujuan untuk menopang pertumbuhan ekonomi penduduk dan menguntungkan bagi suatu negara.

2. Ekonomi
Tingkat ekonomi masyarakat di negara maju biasanya memiliki pendapatan yang tinggi karena juga berprofesi di sektor industri dibandingkan dengan negara berkembang yang umumnya berprofesi di sektor agraris.

3. Kualitas penduduk
Penduduk di negara-negara maju umumnya sudah memiliki tingkat Pendidikan, Kesehatan dan kesejahteraan yang tinggi.

4. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
Teknologi dan ilmu pengetahuan di negara maju sudah berkembang begitu pesat dan cepat.

Dari 4 hal diatas, bisa dibilang Indonesia masih tertinggal di semua sektornya. Namun, dengan adanya literasi yang mumpuni, keempat hal tersebut dapat dengan cepat dikejar oleh Indonesia. Karena dengan literasi, kemandirian belajar dan kemampuan mengembangkan ide bisa dengan sendirinya diraih oleh masyarakat itu sendiri.

Bagaimana Covid-19 bisa menjadi batu loncatan Indonesia untuk menjadi negara maju melalui literasi?
Setelah kita tahu bahwa dengan literasi bisa mengembangkan kemandirian belajar dan ide dengan sendirinya, lalu bagaimana Pandemi Covid-19 bisa menjadi batu loncatan Indonesia untuk maju melalui literasi? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu mengetahui terlebih dahulu tingkat literasi di Indonesia, semisal itu buruk apa yang menyebabkan tingkat literasi Indonesia buruk, kemudian melihat kondisi terkini untuk dicari peluang dalam meningkatkan kemampuan literasi tersebut.

1. Tingkat literasi Indonesia peringkat 2 terbawah dari 61 negara dan penyebabnya
Dilansir dari tulisan Erwin Hutapea dalam artikel KOMPAS.com, UNESCO pada 2016 melakukan penelitian terhadap 61 negara di dunia yang penelitiannya sudah dipublikasikan dengan nama “The World’s Most Literate Nations”. Hasilnya, menunjukan bahwa Indonesia berada di urutan kedua dari bawah, di mana Indonesia hanya satu tingkat di atas Botswana dalam hal kebiasaan membaca.

Dari hasil Indeks yang terungkap oleh Aktivitas Literasi Membaca (Alibaca) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menunjukan bahwa penyebab rendahnya minat dan kebiasa membaca itu antara lain karena kurangnya akses. Solihin juga mengatakan ada 4 Indeks yang menjadi pokok bahasan, yaitu kecakapan, akses, alternative, dan budaya. Dimana dari 4 Indeks tersebut ditemukan bahwa dimensi akseslah yang paling rendah, yakni hanya 23,09 persen. Sedangkan untuk kecakapan 75,92 persen, alternative 40,49 persen, dan budaya 28,50 persen. Menurut Lukman pada Kamis 20/6/2019 di Jakarta ada korelasi antara akses dan kebiasaan, di mana Ketika tidak ada akses, maka tidak ada kebiasaan.

2. Kondisi terkini yang bisa dijadikan kesempatan meningkatkan kebiasaan literasi di Indonesia
Dilansir dari VIVA, pada 27 Agustus 2020 penambahan kasus positif COVID-19 sebesar 2.719 orang, sehingga membuat total akumulasi kasus nasional semesar 162.884 orang. Data ini menunjukan masih belum ada tanda-tanda kurva. Hal ini membuat kondisi “New Normal”, masih belum bisa Kembali “Normal”. Tapi disadari atau tidak, terdapat beberapa keuntungan yang bisa masyarakat Indonesia dapatkan dari kondisi ini, salah satunya adalah masyarakat yang tadinya tidak terbiasa dengan internet atau pun dunia digital, dipaksa untuk mampu menggunakan internet dan fasilitas-fasilitas digital untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Salah satu pihak yang paling signifikan merasakan efek paksaan menggunakan internet dan fasilitas digital adalah orang tua murid dan murid sekolahan. Karena sampai saat ini, mayoritas masyarakat masih dipaksa menggunakan internet dan fasilitas digital lainnya untuk melakukan aktifias belajar mengajar dengan aman.

Dikutip dari Jejakrekam.com pada hasil survei tahun 2018 Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan (Pustekkom) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Gatot Suhartowo mengatakan bahwa dari total guru yang ada di Indonesia, baru 40 persen yang melek teknologi. Melihat data yang ada di tahun 2018 ini, kondisi dipaksanya masyarakat justru menjadi sebuah keuntungan, karena bisa meningkatkan akses terhadap dunia baca melalui akses digital, setidaknya untuk para tenaga pengajar dan orang tua yang harapannya tentu bisa ditularkan ke murid-murid. Dari sini bisa kita lihat bahwa keterpaksaan orang-orang untuk melek teknologi justru meningkatkan peluang bagi setiap orang untuk dapat mengakses bahan bacaan. Hal ini tentu menjadi kesempatan untuk meningkatkan persentase kebiasaan literasi di Indonesia, yang tentu bisa berperan besar terhadap majunya bangsa Indonesia di kemudian hari.

Saran-saran yang seharusnya dilakukan elemen terkait untuk memanfaatkan peluang Meskipun peluang masyarakat untuk bisa mengakses bahan bacaan meningkat melalui akses digital, namun tidak serta merta dapat meningkatkan persentase kebiasaan membaca di Indonesia. Berikut beberapa hal yang menurut penulis seharusnya dilakukan pemerintah dan setiap elemen terkait :

1. Pemerintah harus merangkul dan mensosialisasikan pentingnya membaca dan penelitian kecil-kecilan menggunakan cara yang kekinian.
Beberapa atau bahkan banyak masyarakat saat ini yang begitu sulit untuk bisa percaya pada pemerintah, bahkan salah satu bukti rielnya dapat penulis temui pada seorang donator yang berlatar belakang sarjana sewaktu menjadi relawan penggalian dana di salah satu Yayasan di kota Bandung. Beliau mengatakan, bahwa dirinya sudah apatis terhadap kondisi politik di Indonesia, begitu juga para tokoh-tokohnya. Akhirnya beliau hanya berpikir bagaimana bisa hidup Bahagia dan bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Hal ini menunjukan bahwa krisis kepercayaan sudah benar tertanam pada dirinya, di mana penulis juga menganggap bahwa hal ini mungkin saja terjadi pada banyak orang di luar sana.

Lalu bagaimana cara pemerintah bisa mensosialisasikan pentingnya membaca dan penelitian kecil-kecilan?
Caranya adalah dengan memasuki dunia dari objek yang disasar. Maksudnya adalah, setiap orang, mempunyai dunianya masing-masing. Anak-anak dunianya pasti berbeda dengan remaja, remaja dunianya berbeda dengan orang dewasa, begitu juga sebaliknya. Anak-anak dunianya adalah bermain, dengan membuat nilai-nilai pentingnya membaca dan penelitian dimasukan kedalam sebuah games yang seru dan juga menarik yang juga bisa dimainkan oleh anak-anak, maka nilai-nilai tersebut bisa membuat peluang diterima menjadi lebih tinggi, atau mungkin bisa memasukannya melalui serial anime sebagaimana yang orang jepang lakukan. Untuk remaja yang sedang pada masa pencarian jati diri, maka pemerintah bisa membuat influencer-influencer baru yang bisa menggiring frame sesuatu yang dianggap “keren” kepada seseorang yang pandai dan senang untuk membaca dan belajar, dan membuat aktifitas penelitian adalah hal-hal yang keren di masa kini (tentunya bukan hanya sekedar jargon, tapi benar-benar dilakukan oleh banyak influencer). Sedangkan untuk orang tua, bisa disentuh melalui bentuk kepedulian terhadap anak, orang tua perlu di edukasi bahwa kebiasaan-kebiasaan orang tualah yang paling berpengaruh untuk di tiru sang anak. Maka perlu ada sosialisasi secara massif terhadap orang tua untuk membiasakan diri dalam membaca dan melakukan penelitian, agar mereka bisa menularkan kebiasaan tersebut pada anak.

2. Komitmen dan konsistensi dari pemerintah
Sudah sering kita melihat kurangnya komitmen dan konsistensi dari masyarakat Indonesia. Bukan hanya rakyatnya, tapi juga pemerintahnya. Hal ini bisa dengan mudah kita lihat dari berbagai macam proyek yang mangkrak ataupun kasus-kasus yang tidak selesai.

Kebiasaan untuk tidak berkomitmen dan tidak konsisten ini wajib di hilangkan oleh pemerintah untuk bisa mewujudkan Indonesia maju melalui literasi. Proyek-proyek yang sudah jalan sekarang di mana pemerintah mengatakan akan berkomitmen untuk membangun fasilitas-fasilitas internet sampai ke pelosok harus merupakan komitmen yang sungguh-sungguh dan konsisten. Tanpa hal tersebut, maka akses terhadap mereka yang ada di pelosok tidak akan sampai, dan tentu akan melunturkan harapan untuk Indonesia bisa maju melalui literasi.

Dan semisal saran penulis pada poin nomor satu hendak dilakukan, hal ini juga membutuhkan komitmen yang tidak main-main. Karena pasti membutuhkan dana besar dan waktu yang lama dengan tenaga yang begitu terkuras pastinya. Di sinilah komitmen dan konsistensi dari pemerintah akan diuji, mengingat bangsa ini senang akan hal-hal yang instan sebagaimana produk unggulannya ‘Mie Instan Indo’.

3. Kesadaran dari setiap influencer dan tokoh masyarakat
Melihat krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, maka influencer dan tokoh masyarakat bisa menjadi jalan keluar. Saat ini influencer dan tokoh masyarakat banyak diidolakan oleh setiap lapisah masyarakat, baik orang tua, remaja, bahkan tidak jarang juga anak-anak. Maka dengan kesadaran dari setiap influencer dan tokoh masyarakat untuk menunjukan contoh yang konsisten dan senantiasa menggaungkan pentingnya membaca dan penelitian, bisa membuat tingkat kebiasaan membaca di masyarakat menjadi lebih tinggi.

4. Orang tua yang bertanggung jawab atas setiap perbuatannya
Tidak ada yang meragukan kasih sayang orang tua terhadap buah hatinya. Namun seringkali posisi mereka sebagai orang tua membuat para orang tua seakan “lupa diri” dan akhirnya selalu menganggap diri mereka paling benar. Fenomena seperti ini justru bisa berdampak buruk terhadap generasi penerus, termasuk dalam hal literasi.

Tidak jarang kita temui orang tua yang seenaknya menyuruh anak untuk belajar banyak hal, tapi tanpa disadari mereka sendiri pun tidak menunjukan contoh apa-apa untuk rajin belajar dan membaca kepada anak-anaknya. Kondisi seperti ini akan membuat anak merasa contoh perilaku orang tua lah yang lebih layak ditiru, sehingga di kemudian hari, munculah orang tua-orang tua baru yang hanya senang memerintah orang lain dan mengkritik perilaku buruk orang lain (khususnya anaknya), dan berlepas diri dari perilaku-perilaku buruk yang selama ini mereka lakukan dan tunjukan kepada setiap orang termasuk anak-anaknya.

Kesimpulan
Dari penjabaran yang sudah penulis tulis di atas, bisa penulis simpulkan beberapa hal. Yakni :

1. Adanya pandemi COVID-19, menjadi peluang untuk meningkatkan akses lliterasi di masyarakat. Karena mau tidak mau, masyarakat harus bisa mengakses internet dan digitalisasi agar bisa memenuhi kebutuhannya. Akses yang tinggi meningkatkan peluang kebiasaan literasi juga tinggi.

2. Kebiasaan literasi yang tinggi, bisa membuat peluang Indonesia menjadi negara maju menjadi lebih besar dan cepat. Hal ini dikarenakan dengan adanya kebiasaan literasi yang tinggi, membuat kemandirian belajar dan upaya pemecahan masalah di setiap sektor dalam suatu negara menjadi lebih cepat.

3. Perlu adanya komitmen dari pemerintah untuk menjamin akses ke setiap pelosok terhadap dunia digital dan internet.

4. Perlu adanya komitmen dari pemerintah, influencer, tokoh masyarakat, dan para orang tua, untuk bisa menggaungkan pentingnya membaca dan penelitian beserta mencontohkannya agar bisa ditiru oleh masyarakat dan anak-anak.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tilik & Cream, Ulasan Dua Film Pendek Menarik Dalam Negeri dan Mancanegara

Komunis Bukanlah Sama Rata & Sama Rasa (Meluruskan Asumsi Tentang Komunis)

Sudut Pandang Objektif